Schuey/Flickr/Creative Commons
Indonesia dinilai belum siap untuk mengadopsi teknologi Cloud
Computing. Gara-garanya, infrastruktur internet dan sumber daya manusia
(SDM) di Indonesia belum siap menjalankan teknologi tersebut.
Pemerhati
IT Michael S Sunggiardi menjelaskan dari seluruh masyarakat Indonesia,
yang mau memanfaatkan fasilitas IT ternyata tidak lebih dari 10 persen.
Itupun hanya mewakili masyarakat di Pulau Jawa saja.
"Memang 10
persen masyarakat Indonesia itu sudah siap memakai Cloud, tapi apakah
itu mewakili seluruh masyarakat Indonesia?" kata Michael.
Dalam
diskusi Cloud Computing: A New Jargon, Technology or Business Model? di
Hotel Shangri-La Jakarta, Rabu (22/2/2012), Michael mengatakan artinya
Cloud Computing belum siap dipakai oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Baru 10 kota
Menurutnya,
dari sekitar 497 kota besar di seluruh Indonesia, ternyata hanya ada
sekitar 10 kota besar yang siap memanfaatkan teknologi tersebut.
Di
sisi infrastruktur internet, hanya 10 kota besar itu yang sudah
memiliki koneksi lancar setingkat jaringan 3G. Padahal, infrastruktur
internet ini diperlukan untuk mengakses data ke Cloud.
Di sisi
SDM, masyarakat Indonesia dinilai belum mumpuni untuk mengadopsi
terutama menjalankan teknologi tersebut. Sehingga Indonesia bisa
dibilang cukup terbelakang mengadopsi Cloud Computing.
"Padahal
yang akan menjalankan teknologi ini adalah SDM tersebut. Jika tidak
bisa, lalu siapa yang akan menjalankan?," kata Michael.
Aturan belum jelas
Teknologi
Cloud Computing ini dinilai juga belum memiliki aturan yang jelas, baik
di sisi Peraturan Menteri, Keputusan Menteri ataupun Undang-undang.
Sehingga kalangan industri justru berjalan tanpa adanya aturan.
"Seharusnya
pemerintah proaktif terhadap industri ini. Kalau kita yang minta
aturan, kita yang malah repot, dari dulu tidak pernah jadi-jadi
aturannya," tambah Michael.
Namun Founder Indonesian Cloud Forum
Teguh Prasetya menjelaskan industri dan teknologi Cloud Computing
sebenarnya tidak memerlukan aturan khusus.
Pasalnya, Cloud Computing bukan industri dasar (basic source) tapi hanya layanan nilai tambah (Value Added Services).
"Seharusnya cukup memakai aturan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Private Law," kata Teguh.
Aturan
tersebut dinilai cukup untuk mengatur transaksi dan adaptasi teknologi
Cloud Computing. Karena pada dasarnya, teknologi Cloud Computing ini
secara teknis sudah aman.
Masalahnya, ada SDM yang memanfaatkan
celah untuk mencuri data yang disimpan di Cloud. "Itu bisa diatasi
dengan aturan tadi," jelasnya.
Masyarakat sudah siap
Teguh
juga mengatakan, bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia sudah siap untuk
memanfaatkan teknologi. Tentunya, disesuaikan dengan masing-masing
kebutuhan masyarakat, mulai dari UKM hingga industri besar.
Masalahnya,
kata Teguh, hanya kesiapan soal infrastruktur internet. Tapi, pada
dasarnya, Cloud Computing juga bisa dilakukan tanpa koneksi internet
yang cepat.
Bahkan cloud computing menurut Teguh juga bisa dilakukan hanya dengan memanfaatkan teknologi pesan singkat (sms).
"Di
sisi harga juga tidak ada masalah karena masyarakat bisa memilih harga
layanan Cloud mulai dari 10 dollar AS bahkan bisa sewa per jam,"
jelasnya.